Minggu, 21 Maret 2010

KESATUAN DALAM PERSEKUTUAN

(Bacaan Efesus 2: 19; 4 : 1-7, Kolose 3:12-15)

Gereja bukan sekadar organisasi saja, namun Gereja merupakan kumpulan orang percaya yang menyadari bahwa mereka memiliki sesuatu yang lazim diantara mereka yakni hidup bersekutu mempelajari firman Tuhan. Apa beda perusahaan (organisasi) dan gereja? Dalam suatu organisasi kalau salah satu departemennya "mogok" paling-paling yang mogok itu di PHK, kita cari orang lain yang menggantikan, sebab banyak yang sedang antri untuk bekerja. Tetapi di dalam Gereja kalau ada salah satu anggotanya mogok, kita akan usahakan supaya dia kembali. Kita akan berusaha memahami kesulitannya, kita akan mendoakan dia, kita akan menolong dia, kita akan besuk dia, kita akan turut simpati keadaannya. "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah" (Efesus 2:19). Kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus disebut persekutuan.

Kata yang dipakai untuk persekutuan dalam bahasa Yunani adalah koinonia yang berasal dari kata dasar koinos yang berarti lazim atau umum. Artinya berkaitan dengan kebersamaan. Adapun kata lain yang dihubungkan dengan koinonia, yakni koinonos yang berarti, "sekutu" atau "kawan sekerja." Kata lainnya yang seringkali dikaitkan dengan koinonia adalah allelous ( berarti satu terhadap yang lain). Kata ini dipakai dengan pengertian "hubungan yang timbal balik". Yesus berkata "Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu, supaya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu, dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:34-35).

Apa saja yang harus ada di dalam menjalin Kesatuan dalam persekutuan Kristen?

1. Harus saling mengasihi

Kebenaran ini ditemukan di dalam perintah baru yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus dalam Yohanes 13 (lihat kutipan di atas). Hal saling mengasihi tidak hanya terdapat dari Injil dan surat-surat Yohanes (13:34-35; 15:12, 17 cf, 1 Yohanes 3:11,23; 4,7 11-12 dan 1 Yoh 5) melainkan dalam surat-surat Paulus juga ”Janganlah berhutang apapun kepada siapa juga, kecuali berhutang kasih terhadap satu sama lain, sebab orang yang mengasihi sesama manusia sudah memenuhi semua hukum Musa” (Roma 13:8 BIS ; 1 Tes 3:12 dan 4:9).

Mengasihi bukan hanya sekadar simpati saja ataupun dalam perkataan saja. Kasih itu dinyatakan dalam "perkataan" dan "perbuatan". Yohanes mengatakan " Anak-anakku, janganlah kita hanya sekadar mengatakan bahwa kita mengasihi orang lain; marilah kita sungguh-sungguh mengasihi mereka dan menunjukkan kasih kita dengan perbuatan kita" ( 1 Yohanes 3:18). Semua ini dapat dilakukan dengan cara praktis seperti pemberian uang ataupun makanan kepada saudara-saudara seiman yang membutuhkan. Saling mengasihi merupakan suatu tanda bahwa orang-orang Kristen adalah benar-benar pengikut Kristus. Kita tidak mungkin bersekutu tanpa adanya kasih.

2. Harus saling melayani

Tuhan Yesus adalah teladan kita dalam pelayanan. Dia memperlihatkan keteladanan seorang hamba dengan menanggalkan jubahnya, dan berpakaian seperti seorang hamba membasuh kaki murid-murid-Nya. "Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah kuperbuat kepadamu" (Yoh 13:15). Pelayanan adalah akibat dari kasih, sehingga ada orang mengatakan "engkau bisa melayani tanpa kasih, tetapi engkau tidak bisa mengasihi tanpa melayani." Paulus sendiri pernah mengatakan "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (lihat Galatia 5 :13).

3. Harus saling membantu menanggung beban

"Hendaklah kalian saling membantu menanggung beban orang supaya dengan demikian kalian mentaati perintah Kristus." (Galatia 6:2). Perintah ini merupakan perintah praktis yang dirangkai oleh Paulus secara relasional. Gereja adalah Keluarga Allah, dimana orang-orang Kristen itu merupakan anggota Keluarga Allah, keyakinan ini seharusnya tidak berhenti dalam suatu teori yang mati atau dalam perdebatan teologis, melainkan harus teraplikasi di dalam kehidupan kita sehari-hari. Setiap orang percaya yang hidup dalam persekutuan mestinya memiliki karakter-karakter dasar Kristiani yakni rendah hati, lemah lembut, sabar dan mengasihi. Karakter dasar itulah yang memungkinkan kita turut merasakan kesulitan orang lain, bukan hanya itu kita juga akan membantu mereka.

4. Harus saling mengampuni

Mengampuni dan melupakan adalah dua hal yang berbeda. Orang yang melupakan saja belum tentu mengampuni, tetapi yang paling penting adalah walaupun kita tidak melupakannya tetapi ada pengampunan. Tuntutannya dalam satu tubuh Kristus yang hidup dalam persekutuan adalah saling mengampuni. Bagaimana kita bisa bersekutu dengan tenang, kalau di depan kita masih ada musuh.

Suatu sore saya pulang dari gereja di Surabaya, udara waktu itu sangat panas dan saya merasa haus, lalu saya melihat di kulkas masih sisa sebuah Mangga, kan di sana terkenal mangga manalagi. Lalu langsung saja tangan saya meraih mangga itu dan ambil pisau untuk mengupas kulitnya, namun karena terburu-buru, kupasan pertama saja telah melukai tangan saya. Karena mangga itu begitu enak, maka dengan tangan yang sudah tergores pisau, darah mengalir sedikit, tangan saya tetap saja memegang mangga, sekarang tanpa mengupas kulitnya langsung saja dimakan. Pertanyaannya, tatkala tangan kanan saya memotong tangan kiri saya, apakah tangan kiri saya langsung akan membalas menggores tangan yang kanan? Tentu tidak saudara, mengapa? Karena akan terjadi kesakitan lebih mendalam lagi. Demikian juga kita yang merupakan anggota tubuh Kristus, semakin kita saling menyakiti maka semakin sakit, itu sebabnya Paulus mengingatkan kita, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (lihat Efesus 4:31-32 cf. Kolose 3:12-13 dan kembali ke Efesus 4:1-3).

5. Harus saling mengaku dosa dan saling mendoakan

"Hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh...(Yakobus 5:16). Seorang Kristen boleh mengaku dosanya kepada yang lain dan menerima bahwa dosanya itu telah diampuni oleh Yesus (lihat 1 Yohanes 1:9). Konsep keimaman orang-orang percaya sangat penting di sini, namun dalam praktek kehidupan sehari-hari, jarang sekali orang-orang Kristen mengaku dosanya kepada saudara seiman. Orang-orang tidak percaya satu dengan yang lain, nah kalau ada itu dalam kesatuan tubuh, itu artinya ada masalah. Kalau misalnya tangan saya yang tergores pisau gara-gara mangga harum manis itu tidak boleh diketahui sakitnya oleh tubuh bagian yang lain, maka itu berarti ada masalah, mungkin karena ada urat yang kejepit atau yang terpotong. Yakobus mencatat dalam suratnya bahwa "doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yak 5:16b).

6. Harus saling menasihati

Menasihati sesama tidak perlu sampai dengan memakai gaya emosi atau marah besar, cukup dengan bisik-bisik. Mengapa demikian? Sebab jujur saja tidak semua orang mau dinasehati. Karena semua merasa lebih dari pada yang lain. Sebagai tubuh Kristus, anggota keluarga Allah tidak bisa demikian, semua harus tumbuh dan sama merata sesuai dengan keberadaannya. Jikalau ada seorang anak, yang tubuhnya mulai besar, lalu tangannya dan kakinya serta kepalanya tetap kecil, maka sebagai orang tua, ia akan bawa anak ini ke dokter, untuk mengobatinya, karena itu abnormal, tidak mestinya demikian. Demikian juga kalau ada salah satu anggota tubuh kita bersalah (sakit), perlu diobati = dinasehati.

7 . Harus saling menghiburkan

Mana lebih gampang "menangis bersama atau bersukacita bersama"? Tidak gampang ikut bersuka-cita dengan orang lain, tatkala orang lain berhasil, tatkala orang lain sukses, sering kali yang ada dalam pemikiran kita adalah, mengapa bukan saya yang sukses? Mengapa bukan saya yang berhasil? Keegoisan kita begitu berpengaruh dalam kehidupan kita, sehingga sulit menerima kesukacitaan orang lain. Rasaul Paulus hendak menghancurkan tembok keegoisan itu.

Mari kita baca! 1 Tesalonika 4: 18 "Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain". Orang-orang di Tesalonika pada waktu itu kebingungan tentang kedatangan Kristus sehubungan dengan kematian beberapa orang dari antara mereka. Tetapi Paulus menjelaskan bahwa kedatangan Yesus tidak hanya menyangkut orang-orang yang masih hidup melainkan orang-orang mati juga. Mari, salinglah menghibur.

Kiranya melalui tulisan ini, setiap kita rindu meyatukan diri dalam persekutuan, dengan kesatuan kita akan kokoh, kuat dan tak tergoyah. Masih ingatkah anda akan Bhinneka Tunggal Ika? Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh. (Saumiman Saud - JNM) 


LEBIH DARI SEKEDAR KATA

Telaah Filipi 2:12-18

Anda mungkin pernah mendengar ungkapan seperti ini, “memang lidah tak bertulang”. NATO, Not Action Talk Only (tidak ada tindakan cuma omong doang), dan GATOTKACA (Gagal Total Kakean Cangkem alias banyak omong). Adapun yang menjadi intisari dari ungkapan-ungkapan di atas adalah betapa perlunya kita memiliki kemampuan untuk mewujudkan kata-kata kita di dalam sebuah tindakan nyata. Lakukan, Lebih dari sekedar kata, agar engkau bercahaya seperti bintang-bintang di dunia! (Fil.2:15). Kata-kata yang diwujudkan dalam tindakan akan memberikan pengaruh positif bagi dunia atau lingkungan kita. Hal-hal apa saja yang dapat memampukan kita untuk bertindak?

1. Bertindaklah, tanpa Bergantung pada seorang Pemimpin

Paulus menasehati jemaat yang ada di Filipi agar tetap berjuang membangun kehidupan rohaninya tanpa bergantung kepadanya. “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir” (Fil.2:12). Kecenderungan seseorang kalau bekerja ingin dilihat, terutama dilihat oleh pemimpin. Ke gereja karena pengen dilihat oleh pembimbing rohaninya atau aktif melayani kalau ada pendetanya. Oleh sebab itu, ada istilah ABS, Asal Bapak Senang. Bagaimana saya bekerja atau melayani bisa bikin seseorang senang bukannya Bapa di Sorga yang disenangkan.

Apa artinya mengerjakan keselamatan? Kata mengerjakan keselamatan sangat penting, karena kita harus mengerjakan keselamatan dan bukan mempertahankan keselamatan. Dari seluruh ayat Firman Allah, tidak ada satu ayatpun yang mengatakan agar mempertahankan keselamatan. Mengapa? Karena keselamatan itu tidak perlu dipertahankan. Bedanya mempertahankan keselamatan dan mengerjakan keselamatan adalah jika mempertahankan, berarti keselamatan bisa hilang. Alkitab tidak memerintahkan kita untuk mempertahankan keselamatan, tetapi mengerjakan keselamatan. Kita mengerjakan keselamatan karena kita sudah memiliki keselamatan dan itu harus dikerjakan sesudah kita memperolehnya, yang berarti keselamatan belum selesai sampai akhir. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan tetapi karena anugerah oleh iman. Namun iman dan anugerah yang benar, akan membawa kita mengerjakan keselamatan itu. Perbuatan tidak menyelamatkan, sebab yang menyelamatkan adalah Kristus, melalui iman kita percaya kepadaNya, tetapi iman yang benar akan menghasilkan perbuatan. Orang yang tidak menghasilkan perbuatan tidak mempunyai iman yang benar. Ungkapan ‘kerjakan’ (Fil.2:12) dalam bahasa Yunaninya ‘katergazesthai’ yang berarti ‘mengerjakan sampai semuanya selesai’. ‘Kerjakan keselamatan’ bukan berarti ‘bekerja untuk selamat’. Karena jemaat di Filipi adalah orang-orang kudus, artinya sudah diselamatkan (Fil.1:1), karena mereka percaya kepada Tuhan Yesus. Maksud dari nasehat Paulus adalah jangan berhenti di tengah jalan, berjalanlah terus sampai karya keselamatan terwujud lengkap di dalam kamu. Jadi, kehidupan kita memiliki potensi yang luar biasa dan Allah ingin menolong kita untuk dapat memanfaatkan potensi itu. Hidup kekristenan kita merupakan tanggungjawab pribadi masing-masing, artinya kita ikut Tuhan bukan karena orang lain yang membuat kita rohani. Untuk itu kita mesti mengerjakan keselamatan dengan berbagai proses. Karena kita memiliki benih keselamatan di dalam diri kita, sebagai jaminan dari iman kita. Jikalau kita adalah orang benar, maka kerjakanlah perbuatan orang benar. Jika kita adalah orang kudus, maka kerjakanlah perbuatan orang kudus. Jika kita adalah orang yang berhati baik, maka kerjakanlah perbuatan-perbuatan baik. Karena dari benihlah kita menghasilkan buah, itulah yang disebut dengan mengerjakan keselamatanmu. Seperti ulat harus mengalami proses terus menerus untuk menjadi kupu-kupu yang indah, dari benih menghasilkan buah. Kalau ulat tersebut mencoba berubah tetapi ia tidak bisa berubah berarti benih itu palsu. Benih yang benar akan maju terus hingga menjadi buah. Jadi jika orang Kristen sudah mendapatkan keselamatan tapi tidak pernah mengerjakan keselamatan berarti benihnya palsu.

“Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Fil.2:13). Ungkapan ‘mengerjakan’ dan ‘pekerjaan’ dalam bahasa Yunaninya ‘energein’ yang berarti ‘tindakan yang efektif’. Ikut Tuhan harus bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, bukan karena seorang pendeta. ‘Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu’ (ayat 13) memberikan pengertian bahwa tindakan Allah tidak dapat dihambat atau setengah jalan, tindakan itu harus benar-benar efektif dengan lengkap dan penuh. Begitulah cara kerja Allah. Bergantunglah sepenuhnya kepada Allah (cf.Yer.17:5-8). Prinsip: Allah harus bekerja di dalam kita lebih dahulu sebelum Ia dapat bekerja melalui kita.

2. Bertindak dengan tidak Bersungut-sungut dan Berbantah-bantahan.

Paulus berkata,”Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan” (Fil.2:14). Ungkapan ‘bersungut-sungut’ (bhs.Yunani: goggusmos), kalau dilafalkan ‘gongusomos’ yang menggambarkan suara orang banyak yang sedang bergumam dengan nada yang bersifat mengancam, yang menyingkapkan ketidakpuasan karena mereka tidak mempercayai para pemimpin mereka, adanya pemberontakan. Ungkapan ‘berbantah-bantahan’ (bhs.Yunani: dialogismos), menggambarkan pertengkaran dan keraguan yang tidak berguna dan kadang-kadang jahat.

Kebenaran ini akan mengontrol kita sehingga kita tak gampang bersungut-sungut. Kalau kita memperhatikan generasi Kaleb dan Yosua sungguh-sungguh sangat menyedihkan di mana mereka tak dapat menikmati Tanah Perjanjian (Kanaan) yang sudah dijanjikan oleh Allah sejak Abraham. Mengapa? Karena bersungut-sungut, seharusnya mereka lebih percaya kepada Allah yang sudah memakai Musa yang sudah menuntun mereka keluar dari Mesir. Kalau kita biarkan persungutan tersebut menguasai hidup kita maka ujung-ujungnya adalah pemberontakan. Kasus Korah, Datan dan Abiram beserta 250 orang yang memberontak kepada Musa dan Harun (Bil.16:1-3) dapat menjadi contoh yang baik bagi kita, dimana akhir hidupnya sangat menyedihkan, Allah menghukum mereka dengan membelah tanah yang menelan mereka hingga mati (Bil.16:29-35). Bekerjalah dan layanilah bukan karena seseorang tetapi karena Tuhan (Kol.3:23). Tuhan tahu persis apa yang sedang kita lakukan!

3. Bertindak dengan Tidak Takut Untuk Berkorban.

“……. Aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban….” (Fil.2:16-17). Ungkapan ‘bersusah-susah’ (bhs.Yunani: kopian) yang berarti ‘bekerja sekeras-kerasnya hingga kehabisan tenaga’. Paulus, tokoh yang harus menjadi teladan kita. Kalau kita mau jujur berapa sih banyaknya tenaga atau partisipasi yang kita keluarkan untuk Tuhan? Tentu belum seperti Paulus. Dedikasinya sungguh patut kita ikuti. Kondisi tubuhnya tidak sehat bahkan ia sedang dipenjara. Namun beliau tak terkondisi oleh sikon yang sedang dialaminya. Bahkan ia tetap bersukacita (Fil.2:17-18). Kitab Filipi bisa dikatakan kitab sukacita, karena kata ini diulang beberapa kali. Kerinduan Paulus adalah bagaimana menjadikan hidupnya suatu pengorbanan bagi Tuhan. Bagaimana dengan kita?

HASIL DARI TINDAKAN (Fil.2:15)

1. Tiada Beraib (amemptos), seperti apakah orang Kristen di dunia ini. Artinya, hidupnya begitu murni sehingga tidak ada orang yang menemukan kesalahan.

2. Tiada Bernoda (akeraios), seperti apakah orang Kristen bagi dirinya sendiri. Artinya, tidak bercampur atau tidak tercemar. Motivasinya betul-betul tidak tercampur.

3. Tidak Bercela (amomos), seperti apakah orang Kristen di hadapan Allah. Artinya, berkaitan dengan korban-korban yang layak untuk dipersembahkan di mezbah Tuhan.

4. Bercahaya (fosteres), kata ini seperti kisah penciptaan benda penerang (matahari atau bulan) yang ditempatkan Allah di cakrawala untuk memberikan terang kepada bumi. Terang seperti itulah yang seharusnya memancar di dalam hidup orang Kristen di tengah bangsa yang bengkok hatinya dan yang sesat ini.

QUO VADIS GEREJA MODERN?

‘Masihkah berkomitmen untuk menginjil?’

Menurut “Open Doors” (data dari majalah Charisma 98), di Indonesia diperkirakan ada sekitar 160 juta orang yang belum menjadi murid Tuhan Yesus, atau sekitar 80 persen dari 200 juta (sekarang lebih dari 210 juta) dan diperkirakan dari sekitar 5 milyar penduduk dunia, baru setengahnya yang menjadi murid Tuhan. Apakah mungkin Misi Tuhan Yesus agar ‘segala bangsa’ mendengar berita Injil dapat terpenuhi sebelum kedatanganNya yang kedua kali (Matius 24:1 )? Jawabannya dapat ya (possible) dan tidak (impossible), sangat tergantung bagaimana gereja atau sikap kita terhadap Misi Ilahi ini.

Menjadi murid” dan “menjadikan murid” merupakan konsep sentral dalam Injil Matius. Kata ini hanya dipakai empat kali di dalam Perjanjian Baru, tiga di antaranya oleh Matius. Kata kerja yang biasanya dihubungkan oleh Matius dengan murid adalah ‘mengikut’ dan ‘melakukan’. Menjadi murid adalah mengikut guru dan melakukan kehendak gurunya. Menjadi murid berarti hidup sesuai dengan ajaran guru dan membuahkannya dalam bentuk perilaku sehari-hari. Menjadi murid bukanlah sebuah status, melainkan sebuah gaya hidup dengan sebuah misi yaitu ‘supaya mereka melihat perbuatanmu’ dan dengan sebuah tujuan yaitu ‘supaya mereka memuliakan Bapamu’ (Mat.5:16). Di sini tampak kaitan antara menjadi murid dan menjadikan murid. Gaya hidup sebagai murid akan membuat orang lain menjadi murid Tuhan.

Harus Ada Keseimbangan

Dari pengamatan yang ada sejak saya melayani (20 tahun), panggilan untuk menjangkau yang belum terjangkau pada prakteknya tak sesuai dengan apa yang Allah maksudkan. Apakah karena kurang peka atau tak memahami Firman dengan benar? Mengapa? Penginjilan membengkak, sebab yang terjadi (mayoritas) adalah perpindahan jemaat. Mengapa jemaat suka berpindah-pindah? Ada banyak alasan, mungkin karena pandangan teologi, gaya atau selera ibadah yang berbeda. Tetapi yang terbanyak karena tidak adanya kepuasan alias kecewa atau karena ada ‘sesuatu’ yang menarik dari gereja yang baru nongol (maksudnya: gereja lokal). Belum ditambah lagi dari gerakan tarik-menarik antar jemaat oleh sekelompok ‘gang rohani’ dengan gaya intimidasi (tak kalah dengan Setan yang suka menuduh), mengatai-ngatai gereja lain tak benar dan gerejanya saja yang paling benar. Dan ada yang lebih hebat lagi, dengan pendekatan rohani yang luar biasa yaitu share (hidup berbagi) atau melalui slogan yang super rohani, “Kami ini sangat diberkati oleh persekutuan X ‘ karena Roh Kudus bekerja secara luar biasa di tempat itu, sebab itu kami ingin menjadi berkat bagi Anda dan kami tak akan menggerejakan Anda dan toh kita bersaudara di dalam Yesus”, mantap khan?! Tapi pada kesempatan lain, orang-orang tersebut (yang sudah berjemaat di sebuah gereja) diikat dengan ‘iming-iming’ (janji) dan bahkan tugas pelayanan diberikan kepada mereka! Gereja hanya diisi atau diwarnai oleh perpindahan jemaat. Bahkan ada gereja yang memiliki panggilan khusus (opini yang muncul di masyarakat) yaitu menampung gereja lain dengan cara promosi program atau bentuk kerja sama rohani (KKR atau Seminar), di tengah-tengah itu mereka ‘bermain’. Seperti partai politik aja. Wah, kalau sudah begini, apa bedanya dengan pekerjaan duniawi! Sikut sana, sikut sini, makan sana, makan sini, bukannya jiwa yang menjadi target tetapi ‘uang’. Memang dibutuhkan pemimpin rohani yang betul-betul rohani!

Keselamatan yang kita terima semata-mata bukan hasil pekerjaan atau jasa kita kepada Tuhan, tetapi semuanya karena anugerah Tuhan. Seperti apa pun baiknya seseorang, kalau hidupnya tanpa Yesus tak akan pernah ada keselamatan baginya (Yes.64:6; Kis.2:36; 4:12). Tanpa adanya karya Tuhan di atas kayu salib, jelas tak akan pernah ada keselamatan bagi kita manusia yang berdosa ini. Melalui iman kita kepada Yesus, kita diselamatkan, kita yang seharusnya dihukum sekarang diangkat menjadi anakNya, kita yang dahulu adalah musuh tetapi sekarang menjadi sahabat Allah (baca: Efesus 2:8-9; Roma 3:23; 6:23; 5:8-9; Yohanes 1:12; 3:16; 5:24; 15:14-15). Kalau kita menyadari bahwa keselamatan adalah semata-mata karena iman kita kepada Yesus, lalu bagaimana buah iman kita? Paulus memang berkata bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan tetapi iman kita kepada Yesus (Efs.2:8) tetapi bukan berarti mengabaikan perbuatan, karena Yakobus berkata ‘iman tanpa disertai perbuatan adalah mati’ (Yakobus 2:17). Ini berarti, seorang yang beriman kepada Yesus harus dapat menyatakan buah imannya dengan perbuatan yang nyata kepada orang lain (I Yoh.3:18).

Menjadi gereja yang profetik dan apostolik, itu yang diharapkan oleh Tuhan untuk kita yang sedang berada di era akhir dari akhir zaman ini. Kini gereja lokal banyak yang terjebak pada hal yang ekstrim. Sepertinya pelayanan ke arah profetik yang paling ditekankan tapi lupa panggilan pelayanan apostolik. Sehingga jangan kaget, sekarang banyak bermunculan ‘nabi-nabi’ yang masih perlu diuji integritasnya. Kita perlu waspada akan hal ini, karena Tuhan sendiri sudah mengingatkan akan muncul banyak nabi palsu, bahkan munculnya nabi-nabi palsu merupakan salah satu tanda kedatanganNya yang kedua kali (Mat.24:3,11,24-25; 2 Pet.2:1-3; 1 Yoh.4:1-2). Janganlah percaya setiap roh, tetapi roh itu perlu diuji apakah betul-betul dari Tuhan! Nampaknya tak ada satu pun gereja lokal atau kelompok orang percaya yang benar-benar kebal terhadap kemungkinan hilangnya keseimbangan. Bisa saja mereka menjadi ekstrim atau tersesat karena diputar-baliknya suatu pengajaran kebenaran sehingga menyimpang jauh dari tujuan yang semula.

Perlu kesadaran dari para pemimpin gereja lokal akan fenomena ini, bila tidak gereja harus siap mengalami hajaran Tuhan! Untuk apa Allah berbicara dan apa yang harus gereja lakukan, ini yang harus menjadi visi dan misi gereja. Gereja sekarang tak hanya butuh KKR, lawatan dan semacamnya. Hal-hal seperti ini tak akan pernah membawa gereja pada kedewasaan. Pelayanan apostolik (kerasulan) punya ciri holistik alias menyangkut semua bidang kehidupan. Ini berarti, gereja tak hanya mengurusi soal rohani saja, tetapi juga memiliki kepedulian pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan yang nyata di masyarakat.

Perlu Adanya Pembelajaran

Dimulai dari pemimpin gereja, jangan pernah puas dengan apa yang sudah diterima. Jika para pemimpin tidak ada kerendahan hati, kesediaan dan komitmen untuk bersedia diajar oleh orang lain, saya kuatir akan masa depan pelayanan pemimpin model seperti ini.

Kerap kali kita dengar pernyataan yang sepertinya rohani tetapi sebenarnya tidak. “Nggak perlu belajar, nggak perlu sekolah yang penting menyerahlah dengan Roh Kudus. Ntar Roh Kudus yang akan memampukan. Jangan melayani pakai otak......”. Saya agak bingung dengan pernyataan seperti ini, kalau nggak pakai otak lalu pakai apa, wah saya kuatir nanti akal-akalan jadinya alias menjadi penipu! Setiap pengalaman pribadi dijadikan Firman Tuhan atau setiap apa yang dipikirkan atau dirasakan itu Firman Tuhan! Waspadalah!

Nggak usah jauh-jauh, kita boleh melihat keteladanan Yesus. Beliau suka belajar, apa yang beliau sampaikan adalah ajaran-ajaran yang sudah mentradisi di kalangan Israel (ajaran Talmud). Yang membuat beliau berbeda dengan rabi-rabi adalah beliau mengajar dengan penuh kuasa (Mat.7:28-29). Ada waktu yang tak dibicarakan tentang Yesus, yaitu dari usia 12 hingga 30 tak dijelaskan apa dan bagaimana kegiatan Yesus, tapi para ahli mengatakan bahwa Yesus melakukan segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada umumnya, termasuk belajar di sinagoge. Agar proses belajar dan mengajar berhasil dengan baik, Tuhan Yesus banyak menggunakan waktu tatap muka dengan murid-muridNya walau sedang berada di tengah-tengah kesibukan pelayananNya. Demikian juga dengan Paulus, dalam memuridkan murid-muridnya ia meluangkan waktu dua tahun di kota Efesus untuk mengajar di ruang Tiranus, sehingga semua penduduk Asia mendengar Firman Tuhan (Kis.19:9-10).

Alkitab menjelaskan bahwa orang-orang percaya ‘bertekun dalam pengajaran rasul-rasul’ (Kis.2:42). Apa itu pengajaran para rasul? Apa yang diajarkan? Pengajaran para rasul adalah ajaran mengenai Yesus Kristus sebagai titik pusat dari segala-galanya. Semua makanan rohani yang sehat harus mengandung pengajaran ini (bd.Kis.5:42; 9:20; 15:35). Jiwa-jiwa yang sesat harus diarahkan untuk datang kepada Yesus dan orang-orang percaya harus memiliki hubungan yang kontinyu di dalam Yesus (Yoh.15:4-7). Yesus bukan sekedar salah satu harapan, tetapi Ia adalah harapan satu-satunya bagi dunia ini. Oleh karena itu, Ia harus menjadi titik sentral dari semua pengajaran kita. Lukas menulis ‘mereka bertekun’ seharusnya ‘mereka terus-menerus bertekun’ (bentuk kata kerja Yunaninya: imperfek), artinya suatu pekerjaan yang masih berlangsung karena belum selesai.

Gereja yang memiliki keseimbangan pasti akan menghasilkan buah yang permanen. Orang-orang tertarik kepada gereja itu bukan karena suatu pengajaran yang baru, atau karena janji-janji yang istimewa dan luar biasa. Tetapi mereka menjadi kuat karena digembleng dalam Firman. Mereka dirawat seperti bayi yang masih kecil. Mereka dimuridkan secara perlahan-lahan. Mereka dijaga, dipelihara, dinasehati, disatukan dengan keluarga, dilibatkan dalam ibadah, dan makin berkembang terus menuju kedewasaan.

Belajar Dari Gereja Mula-mula

Kis.2:47 menyebutkan, “...... tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan”. Dalam Kis.2:41 terdapat ungkapan yang serupa, ‘jumlah mereka bertambah......’. Penginjilan merupakan titik pusat kegiatan gereja yang mula-mula. Amanat Agung Yesus sangat memotivasi setiap orang percaya untuk pergi memberitakan kabar baik mengenai ke-Tuhan-an Kristus. Dan banyak orang bertobat (Kis.5:14; 6:7; 9:42; 11:21; 11:24; 13:43).

Apakah yang mendorong mereka sehingga mereka tetap bersemangat dalam menginjil? Pada saat Yesus hendak meninggalkan mereka, Yesus berpesan agar mereka tak meninggalkan Yerusalem untuk menunggu janji Bapa: yaitu penyertaan Roh Kudus (Kis.1:4). Dan mereka belajar taat, menanti dengan cara berdoa, bukan sehari tetapi sepuluh hari (Kis.1:12-14). Hasilnya bagaimana? Mereka dipenuhi Roh Kudus (Kis.2:1-4) dan dampak dari hal itu mereka pergi untuk memberitakan Injil.

Penuh Roh Kudus memampukan Anda untuk pergi memberitakan Injil! Tanpa Roh Kudus tak mungkin Anda mampu (Kis.1:8). Tapi sayang, banyak orang percaya saat ini mengejar Roh Kudus hanya untuk menikmati kuasaNya namun tak ada keinginan untuk bergerak pergi, melayani ‘calon-calon umat’. Lebih ironis lagi, banyak yang memanipulasi alias mencari keuntungan dari pekerjaan Roh Kudus, dan tak bedanya seperti dukun atau paranormal saja.

Kesimpulan

Semua gereja lokal yang ingin menerima berkat Allah dan tetap menjadi berkat, harus memiliki kegiatan penginjilan yang agresif dalam menu kerohaniannya. Tanpa unsur yang vital ini gereja akan menjadi malas, kehilangan visinya, kehilangan nyalinya dan akan ‘mati’ dalam waktu hanya beberapa generasi. ‘Amanat Agung ’ tak boleh diabaikan.

Gereja, yaitu tubuh Kristus harus terus mengalami proses reproduksi (mendapat keturunan). Dan bila gereja benar-benar melakukannya, suatu hasil yang luar biasa akan tercapai. Banyak jiwa yang akan ‘ditambahkan’. Sekalipun kondisi negara kita saat ini tak menguntungkan, situasi ekonomi yang tak menentu, suhu politik yang semakin menghangat, teroris semakin menggila, dan bahkan gereja terancam atau dianiaya, Tuhan akan terus menambahkan jiwa-jiwa kepada gereja-Nya, apabila umat Tuhan benar-benar aktif. Dan saya percaya di waktu dekat ini kita akan melihat banyak yang ambil bagian. Wait and see!.

PENYERTAAN ROH KUDUS

Ada orang yang setuju bahwa Roh kudus diberikan kepada semua orang percaya, namun mereka berpikir bahwa Dia bisa meninggalkan orang-orang percaya yang melakukan dosa-dosa tertentu. Jadi, mereka mengakui bahwa Roh Kudus mendiami orang-orang percaya, tetapi menyangkal bahwa Dia mendiami selama-lamanya. Dosa apa saja yang dapat menyebabkan Dia meninggalkan orang-orang percaya, pasti akan lebih menyedihkan daripada perzinahan yang diterangkan dalam I Korintus 5 ataupun perselisihan menurut hukum dalam pasal 6 dari I Korintus. Sebab Paulus tetap memasukkan orang-orang percaya yang berbuat dosa ini dalam pernyataannya bahwa Roh Kudus berdiam di dalam diri mereka (I Kor.6:19).

Fakta Penyertaan
Untuk menyatakan “mendiami”, Paulus tidak hanya menggunakan kata depan/penghubung ‘en’, tetapi juga kata kerja ‘oikeo’, “mendiami” atau “tinggal” (Rom.8:9; I Kor.3:16; meskipun, tentu saja, kadang-kadang dia hanya menggunakan kata depan/ penghubung itu seperti dalam I Kor.6:19). Dia menghubungkan pelayanan Roh Kudus ini kepada semua orang percaya.
Ayat kunci yang mengindikasikan pelayanan khusus dari Roh Kudus pada masa ini adalah Yohanes 14:16 di mana Yesus menjanjikan Roh Kudus akan menyertai orang percaya dan bahwa penyertaan itu sifatnya permanen. Penyertaan yang sifatnya permanen ini bukan hanya bagi orang-orang tertentu saja, tetapi bagi semua orang percaya. Ada sejumlah indikator yang meneguhkan fakta ini.
Roh Kudus adalah suatu karunia. Sejumlah bagian dalam Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Roh Kudus diberikan kepada semua orang percaya, bukan hanya kepada orang-orang tertentu saja secara selektif. Roh Kudus adalah karunia yang diberikan kepada semua orang percaya di dalam Yesus tanpa pengecualian; tidak ada kondisi tersangkut pada karunia Roh Kudus kecuali beriman kepada Kristus (Yoh.7:37-39; Kis.11:16-17; Rom.5:5; I Kor.2:12; 2 Kor.5:5). Banyak bagian Kitab Suci yang berbicara tentang Roh Kudus yang ‘diberikan’ kepada orang percaya. Kata ‘diberi’ dalam bagian ini berarti ‘melimpahkan suatu karunia’ (lihat juga 2 Kor.1:22; I Tes.4:8; I Yoh.4:13).1 Karena Roh Kudus adalah suatu karunia yang diberikan, maka tidak ada yang dapat dilakukan oleh orang itu kecuali menerimanya. Seseorang harus berpikiran demikian, sebab suatu karunia bukan merupakan suatu pahala, dan untuk memperoleh karunia ini tidak diperlukan suatu perbuatan baik.
Roh Kudus diberikan pada waktu keselamatan. Ini adalah pernyataan positif yang mana yang negatif adalah bahwa orang percaya tidak memiliki Roh Kudus. Efesus 1:13 mengindikasikan bahwa Roh kudus diberikan pada saat keselamatan.2 Pemeteraian (dan penyertaan) dengan Roh kudus terjadi pada saat orang percaya. Galatia 3:2 juga menekankan kebenaran yang sama.
Orang yang tidak memiliki Roh Kudus adalah orang yang tidak percaya. Paulus menyatakan bahwa orang yang tidak memiliki Roh Kudus sama dengan bukan milik Kristus, seperti yang diungkapkannya dalam Roma 8:9 ,“jika orang tidak memiliki Roh Kudus, ia bukan milik Kristus”. Yudas 19 menunjuk pada orang yang tidak percaya sebagai “hidup tanpa Roh Kudus”. Dia menjelaskan bahwa orang-orang yang mengingkari iman mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki Roh Kudus dan yang ‘duniawi’ (Alkitab bahasa Inggris versi KJV). Ini adalah kata yang sama dengan yang digunakan dalam I Kor.2:14, sebuah ayat lainnya yang menjelaskan mengenai seseorang yang tidak diselamatkan. Bersifat duniawi adalah sama dengan tidak diselamatkan dan tidak memiliki Roh Kudus. Oleh karena itu, memiliki Roh Kudus merupakan ciri semua orang yang telah dilahirkan kembali.
Roh Kudus tinggal dalam orang percaya yang hidup dalam kedagingan. Orang Kristen Korintus yang hidup dalam kedagingan, yang melakukan inses, membawa saudara seiman ke pengadilan, dan dosa-dosa lain, tetap didiami oleh Roh Kudus (I Kor.6:19). Apabila hanya kelompok tertentu saja yang didiami oleh Roh Kudus, maka orang Kristen Korintus seharusnya tidak didiami oleh Roh Kudus. Roma 8:9 dan 2 Korintus 1:22 menuntut suatu konklusi bahwa semua orang percaya, tanpa mempedulikan kondisi kerohanian mereka, didiami oleh Roh Kudus.
Roh Kudus tinggal pada diri orang percaya secara permanen. Bukan hanya Roh Kudus tinggal dalam semua orang percaya, tetapi Ia juga tinggal secara permanen (Yoh.14:16). Roh Kudus diberikan pada orang percaya sebagai ‘uang muka’, suatu verifikasi bagi glorifikasi mereka di masa yang akan datang (2 Kor.1:22; Efs.4:30).

MASALAH BERKAITAN DENGAN PENYERTAAN ATAU DIDIAMI OLEH ROH KUDUS
Ada sejumlah teks Alkitab yang membangkitkan masalah dengan pengajaran di Perjanjian Baru tentang pendiaman secara permanen oleh Roh Kudus. Beberapa di antaranya perlu mendapatkan perhatian khusus.
Mazmur 51:13. Doa Daud, “Janganlah mengambil Roh-Mu yang Kudus dari padaku” berhubungan dengan penyertaan yang bersifat sementara dari Roh Kudus di ketetapan Perjanjian Lama. Setelah Pentakosta penyertaan Roh Kudus adalah permanen (Yoh.14:16).
Kisah Para Rasul 5:32. Petrus tidak mengajarkan sebagai suatu kondisi untuk pendiaman Roh Kudus, tetapi Petrus menggunakan ‘taat’ sebagai suatu sinonim untuk percaya. Ekspresi yang sama digunakan dalam Kisah Para Rasul 6:7, dimana sangatlah jelas bahwa artinya adalah iman (lihat juga Yoh.3:36).
Kisah Para Rasul 8:14-17. Ini adalah situasi yang unik selama transisi dari hukum Taurat ke Anugerah dan dari Israel ke Gereja. Harus ada bukti yang terang bahwa orang Samaria juga menerima Roh kudus sama halnya dengan orang Yahudi. Hal ini tidak normatif untuk zaman sekarang. Apabila hal itu bersifat normatif, maka tidak ada seorang pun yang dapat menerima Roh kudus karena harus ada para rasul untuk meneguhkan penyertaan itu, sebagaimana halnya yang mereka lakukan dengan orang Samaria.
Perjanjian Baru dengan jelas mengajarkan bahwa semua orang yang percaya didiami oleh Roh Kudus untuk selama-lamanya. Roh Kudus tidak dapat meninggalkan seorang percaya tanpa menyebabkan orang percaya tersebut berada kembali dalam kondisi yang terhilang dan tidak diselamatkan. Tidak lagi didiami oleh Roh Kudus pasti berarti kehilangan keselamatan, dan kehilangan keselamatan mesti terjadi karena Roh Kudus tidak lagi mendiami. Jaminan bagi orang percaya dan bahwa Roh Kudus mendiami selama-lamanya merupakan dua doktrin yang tidak dapat dipisahkan.
Kehadiran Roh Kudus dalam diri orang percaya yang secara terus menerus itu seharusnya membuat kita untuk memiliki:
- rasa aman dalam hubungan kita dengan Allah
- dorongan yang kuat untuk mempraktekkan kehadiran Allah tersebut
- kepekaan bahwa dosa adalah sama dengan melawan Allah.
Kehadiran Roh Kudus dalam diri orang percaya akan senantiasa mendorong untuk tetap terus hidup dalam kekudusan, menghormati Allah dan tidak kompromi dengan dosa. Dosa memang menyebabkan Roh Kudus yang berada dalam kehidupan orang percaya menjadi tidak efektif, namun dosa tidak menghilangkan kehadiran-Nya dari kehidupan orang-orang percaya. (meta)

Catatan:
1. Arndt dan Gingrich, Greek-English Lexicon, hal 192-193
2. Frasa, “having also believed (juga menjadi percaya)”, “disebut oleh para pakar bahasa sebagai suatu bentuk aorist participle yang kebetulan karena hal itu menunjukkan sebuah tindakan yang berketetapan dengan waktu dari kata kerja utamanya” (F.F.Bruce, The Epistle to the Ephesians, London: Pickering & Inglis, 1961, halaman 36)

Teologi

TETAPLAH SETIA
PENUH ROH KUDUS
MASIHKAH KITA MENGASIHI-NYA?
PENYERTAAN ROH KUDUS
QUO VADIS GEREJA MODERN?
LEBIH DARI SEKEDAR KATA
KESATUAN DALAM PERSEKUTUAN

TETAPLAH SETIA (Wahyu 2:8-11)

Kata ‘setia’ (bahasa Yunani: pistos) berarti seorang yang dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Seseorang yang memiliki keyakinan yang sangat dalam dan sekaligus memiliki tanggungjawab yang besar di dalam hidupnya. Ada yang berkata, ‘bukan langkah awal tapi akhir. Memang harus diakui, pada langkah awal biasanya seseorang itu semangatnya luar biasa tetapi ketika persoalan dan tantangan hadir di dalam hidupnya (keluarga, pekerjaan, sekolah atau pelayanan) mulai melemah dan bahkan mandeg. Ada benar juga pernyataan raja Salomo yang mengatakan demikian, “ Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya” (Amsal 20:6).

Rupanya kesetiaan adalah kata yang sangat sulit diwujudnyatakan dalam hidup ini. Karena yang ada pada diri kita adalah kehidupan ‘kata sarcha’, yaitu kehidupan yang dikuasai oleh tabiat manusia paling rendah. Kecenderungannya menghasilkan sesuatu yang jelek. Tetapi di dalam Kristus kehidupan kita memiliki ‘kata Christon’, yaitu kehidupan yang dikuasai oleh Kristus atau ‘kata pneuma’, yaitu kehidupan yang dikuasai oleh kehadiran Roh Kudus.. Memahami hal ini betapa perlunya kita memiliki hidup yang dikuasai oleh Kristus atau bersedia dipimpin oleh Kristus. Paulus mengatakan kepada jemaat Galatia, “hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Galatia 5:16). Kepada jemaat Efesus beliau memerintahkan agar jemaat Efesus dipenuhi oleh Roh Kudus senantiasa (Efesus 5:18). Kepenuhan oleh Roh Kudus dapat dilihat dari sikap hidupnya, yaitu kesetiaannya, karena salah satu dari buah dari Roh Kudus adalah ‘kesetiaan’ (Galatia 5:22).

Mengapa kita harus setia? Karena Tuhan kita adalah setia (I Kor.1:9). Seandainya Tuhan Yesus tidak setia, apa yang akan terjadi? Kita tak mungkin menikmati hidup. Keselamatan di dalam Tuhan tak akan pernah terwujud. Ia setia, sampai mati di atas kayu salib (Fil.2:8) dan hasilnya adalah memberi jaminan hidup yang kekal bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya (Yoh.5:24).

Belajar dari Gereja Smirna

Jemaat di Smirna memberi contoh yang baik bagi kita. Mereka menderita, sangat miskin (tidak punya apa-apa), namun Alkitab katakan bahwa mereka kaya. Di dalam penderitaan, Allah tetap hadir dalam hidup mereka. Allah tahu apa yang sedang mereka gumuli. Sebab itu Tuhan minta kepada mereka agar tetap setia, karena mahkota ada kaitan erat dengan kesetiaan kita.

Bagaimana pujian Tuhan terhadap jemaat Smirna? ”Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu -- namun engkau kaya -- dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis.” (Wahyu 2:9).

Ada 2 kata Yunani untuk kata miskin, yaitu penes dan ptokheia. Kata ’penes’ menunjuk kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai sisa atau kelebihan. Kata yang digunakan dalam ayat ini adalah ’ptokheia’ yang berarti sama sekali tidak punya apa-apa, sangat miskin; lebih parah dari kata penes. Kata ’kesusahan’ dalam bahasa Yunani menggunakan kata ’thlipsis’ yang berarti pengaiayaan. Pada masa itu, gereja mengalami penganiayaan yang sangat hebat dari Kerajaan Romawi. Bukan hanya penganiayaan fisik saja tetapi juga mengalami penganiayaan secara ekonomi yang menyebabkan mereka menjadi sangat miskin. Saat itu, jika masyarakat mengetahui bahwa seseorang adalah pengikut Kristus, mereka akan ditangkap, dianiaya atau mereka akan dikucilkan dari masyarakat. Para pedagang Kristen diboikot barang dagangannya sehingga tidak ada yang mau membeli barang mereka. Sehingga banyak dari mereka menjadi miskin. Padahal kota Smirna adalah kota yang begitu kaya, maka diduga bahwa mereka yang bergabung dalam jemaat Kristus menjadi miskin, bukan karena lapisan masyarakat mereka rendah, tetapi karena dianiaya. Namun di dalam kesusahan dan kemiskinan mereka, roh mereka semakin diteguhkan oleh Roh Kudus. Mereka mengalami kebangkitan rohani. Mereka bersuka cita karena mereka boleh dianiaya oleh karena Tuhan Yesus. Dan kasih mereka kepada Kristus semakin bertambah-tambah. Karena itu walaupun mereka miskin secara materi tetapi mereka kaya secara rohani.

Peringatan & Janji

Wahyu 2:10 ”Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.”

Untuk menghadapi penderitaan lebih lanjut, Tuhan Yesus memberi peringatan: ”Jangan Takut!” Sebenarnya untuk terjemahan tepat ditulis ’Jangan takut lagi!”, menggunakan istilah ’lagi’ karena pemakaian bentuk Present Imperative, pada kata ’takut’ (fobou) dari kata ’fobeo’ yang berarti ’waktu itu mereka sedang takut’. Sangatlah wajar demikian, karena beberapa anggota jemaat akan dilemparkan ke dalam penjara. Zaman itu, kalau orang dipenjarakan, biasanya mereka disiksa atau mereka hanya dapat menantikan waktu dimana mereka akan dihukum mati.

Tuhan Yesus minta, ’setialah sampai dibunuh?’ Tuhan Yesus berani karena Dia sendiri sudah setia sampai mati, dan Dia sudah hidup kembali. Tuhan Yesus layak menuntut kesetiaan yang sedemikian berdasarkan salib-Nya sendiri. Kesetiaan yang diminta dengan kata ’sampai mati’ (Yunani: akhri thanatou) dapat berarti ’setialah selama kamu hidup, sampai titik akhir hidupmu, sampai kamu meninggal’. Istilah ’sampai’ menitikberatkan waktu, seperti Wahyu 2:25; atau ’setialah dalam penganiayaan sampai / yang seberat pembunuhan’, istilah sampai menitiberatkan derajat, seperti Kis.22:4, Wah.12:11.

Di dalam penderitaan, Tuhan Yesus meyakinkan mereka bahwa Ia mengetahui rencana-rencana Setan dan Ia ada dalam pengawasan menyeluruh dari keadaan. Memang, beberapa dari mereka akan dipenjarakan tetapi penderitaan mereka tidak akan lama, ’sepuluh hari’ yang berarti ’suatu waktu singkat’ (bd.Kej.24:55; Kis.25:6). Hal yang penting adalah kesetiaan, berdiri, tetap teguh di dalam Kristus, penderitaan atau ancaman apa pun dihadapi. Ya, kesetiaan mendatangkan ’mahkota kehidupan’ yaitu mahkota yang akan kita terima kelak saat berjumpa kembali dengan Tuhan Yesus.

Sebagai aplikasi, saat ini bila kita goyah, kesetiaan kita mulai melemah dan bahkan kita mulai menjauh dari Tuhan. Mari, kembalilah kepada-Nya. Tuhan Yesus minta agar kita tetap setia! Karena Dia juga tetap setia kepada kita. Selamat Setia!
di Kaisarea

Jumat, 12 Maret 2010

PENUH ROH KUDUS

Pendahuluan:

  • Bagi yang sudah ada di dalam Kristus, tidak ada perintah baginya untuk didiami oleh Roh Kudus, karena setiap orang percaya sudah didiami oleh Roh Kudus (bd. Yoh.14:16-17).
  • Demikian pula tidak ada perintah lagi bagi orang percaya untuk mengalami Baptisan Roh Kudus, karena setiap orangt percaya sudah dibaptis oleh Roh Kudus pada saat ia mengambil keputusan untuk menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya.
  • Yang diperintahkan Tuhan bagi orang percaya adalah harus ‘penuh dengan Roh Kudus’ (Efs.5:18).

Arti Penuh Roh Kudus:

  • Kata ‘penuh’ tak ada hubungannya dengan isi atau kuantitas, seolah-olah kita adalah bejana kosong yang memerlukan bahan baker rohani agar dapat terus menyala. Ini tak ada hubungannya dengan pengalaman religius atau dengan perasaan.
  • Kata ‘penuh’ (Yunani: pleroo) berarti ‘dikuasai oleh’. Roh Kudus memenuhi orang percaya artinya ‘Roh Kudus menguasai atau mengontrol secara total hidup seorang beriman’. Frasa ‘penuh dengan Roh’ dalam ayat ini menggunakan bentuk present imperative pasif, bukan bentuk aorist (masa lampau). Ini berarti bahwa dipenuhi dengan Roh Kudus merupakan suatu kegiatan yang harus terjadi secara terus menerus dituntut (perintah untuk dilaksanakan: ketaatan kita) atau dicari oleh setiap orang percaya. Suatu kegiatan yang harus berlangsung terus menerus alias berulangkali harus terjadi. Jadi, Penuh Roh Kudus berkaitan dengan kuasa Allah yang harus mendominasikan hidup orang percaya.
  • Bagaimana dengan Baptisan Roh Kudus (BRK)? BRK adalah kegiatan Roh Kudus untuk inisiasi seorang yang baru percaya kepada Tuhan Yesus ke dalam Tubuh Kristus atau menjadikan orang percaya sebagai anggota Tubuh Kristus. Istilah ‘inisiasi’ berarti upacara atau ujian yang harus dijalani oleh seseorang yang akan menjadi anggota suatu kelompok atau perkumpulan. Kegiatan ini dikenakan kepada semua orang percaya. Kata ‘telah dibaptis’ (I Kor.12:13) dari kata Yunani ‘ebaptisthemen’ adalah kata kerja yang berbentuk ‘aorist’ (sudah terjadi dan tidak terjadi berulang-kali). Bentuk aorist dipakai untuk mengungkapkan suatu tindakan khusus pada masa lampau yang sudah terjadi dan sudah selesai. Ini berarti BRK tidak terjadi berulang-kali, hanya sekali saja.
  • Jadi, Kepenuhan Roh Kudus berarti Tubuh saya dimiliki oleh Kristus sedangkan Baptisan Roh Kudus berarti Saya menjadi anggota Tubuh Kristus.

Ciri-Ciri Orang yang Dipenuhi Roh Kudus (Efesus 5:19 – 6:9) :

1. Memiliki Kerinduan untuk Memuji Tuhan dan Bermazmur (Efs.5:19)

Sebagai bukti orang itu dipenuhi oleh Roh Kudus yaitu kegembiraan yang luar biasa didalam hidupnya yang tampak dari sukacita yang berkesinambungan kepada Allah. Dari sini kita melihat bahwa rahasia seseorang dapat memuji Tuhan dengan baik dan benar adalah ketika orang tersebut sungguh-sungguh dipenuhi oleh Roh Kudus.

2. Memiliki hati yang selalu Bersyukur kepada Tuhan (Efs.5:20)

Hatinya melimpah dengan ucapan syukur sebagai wujud nyata terima kasihnya kepada Allah.

3. Memiliki Hubungan yang benar dengan Sesama (Efs.5:21 – 6:9)

Hal ini merupakan buah dari hubungan secara vertikal dengan Allah. Pada Efs.5:21 kita membaca ‘rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus’. Selanjutnya Paulus menjelaskan hubungan atau relasi yang baik sebagaimana antara suami dengan istri (5:22-33); orang tua dengan anak (6:1-4) dan majikan dengan karyawan (6:5-9). Dengan perkataan lain, dasar dari hubungan tersebut di atas adalah Roh Kudus yang memenuhi dan mengendalikan hidup setiap orang percaya. Jadi, bila relasi kita dengan keluarga dan sesama saudara lainnya tidak beres, itu merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam hubungan kita dengan Allah dan Roh-Nya (I Yoh.4:20). Roh Kudus akan memampukan kita untuk saling menghargai dan menghormati.
Di atas bukit Zaitun