Minggu, 21 Maret 2010

QUO VADIS GEREJA MODERN?

‘Masihkah berkomitmen untuk menginjil?’

Menurut “Open Doors” (data dari majalah Charisma 98), di Indonesia diperkirakan ada sekitar 160 juta orang yang belum menjadi murid Tuhan Yesus, atau sekitar 80 persen dari 200 juta (sekarang lebih dari 210 juta) dan diperkirakan dari sekitar 5 milyar penduduk dunia, baru setengahnya yang menjadi murid Tuhan. Apakah mungkin Misi Tuhan Yesus agar ‘segala bangsa’ mendengar berita Injil dapat terpenuhi sebelum kedatanganNya yang kedua kali (Matius 24:1 )? Jawabannya dapat ya (possible) dan tidak (impossible), sangat tergantung bagaimana gereja atau sikap kita terhadap Misi Ilahi ini.

Menjadi murid” dan “menjadikan murid” merupakan konsep sentral dalam Injil Matius. Kata ini hanya dipakai empat kali di dalam Perjanjian Baru, tiga di antaranya oleh Matius. Kata kerja yang biasanya dihubungkan oleh Matius dengan murid adalah ‘mengikut’ dan ‘melakukan’. Menjadi murid adalah mengikut guru dan melakukan kehendak gurunya. Menjadi murid berarti hidup sesuai dengan ajaran guru dan membuahkannya dalam bentuk perilaku sehari-hari. Menjadi murid bukanlah sebuah status, melainkan sebuah gaya hidup dengan sebuah misi yaitu ‘supaya mereka melihat perbuatanmu’ dan dengan sebuah tujuan yaitu ‘supaya mereka memuliakan Bapamu’ (Mat.5:16). Di sini tampak kaitan antara menjadi murid dan menjadikan murid. Gaya hidup sebagai murid akan membuat orang lain menjadi murid Tuhan.

Harus Ada Keseimbangan

Dari pengamatan yang ada sejak saya melayani (20 tahun), panggilan untuk menjangkau yang belum terjangkau pada prakteknya tak sesuai dengan apa yang Allah maksudkan. Apakah karena kurang peka atau tak memahami Firman dengan benar? Mengapa? Penginjilan membengkak, sebab yang terjadi (mayoritas) adalah perpindahan jemaat. Mengapa jemaat suka berpindah-pindah? Ada banyak alasan, mungkin karena pandangan teologi, gaya atau selera ibadah yang berbeda. Tetapi yang terbanyak karena tidak adanya kepuasan alias kecewa atau karena ada ‘sesuatu’ yang menarik dari gereja yang baru nongol (maksudnya: gereja lokal). Belum ditambah lagi dari gerakan tarik-menarik antar jemaat oleh sekelompok ‘gang rohani’ dengan gaya intimidasi (tak kalah dengan Setan yang suka menuduh), mengatai-ngatai gereja lain tak benar dan gerejanya saja yang paling benar. Dan ada yang lebih hebat lagi, dengan pendekatan rohani yang luar biasa yaitu share (hidup berbagi) atau melalui slogan yang super rohani, “Kami ini sangat diberkati oleh persekutuan X ‘ karena Roh Kudus bekerja secara luar biasa di tempat itu, sebab itu kami ingin menjadi berkat bagi Anda dan kami tak akan menggerejakan Anda dan toh kita bersaudara di dalam Yesus”, mantap khan?! Tapi pada kesempatan lain, orang-orang tersebut (yang sudah berjemaat di sebuah gereja) diikat dengan ‘iming-iming’ (janji) dan bahkan tugas pelayanan diberikan kepada mereka! Gereja hanya diisi atau diwarnai oleh perpindahan jemaat. Bahkan ada gereja yang memiliki panggilan khusus (opini yang muncul di masyarakat) yaitu menampung gereja lain dengan cara promosi program atau bentuk kerja sama rohani (KKR atau Seminar), di tengah-tengah itu mereka ‘bermain’. Seperti partai politik aja. Wah, kalau sudah begini, apa bedanya dengan pekerjaan duniawi! Sikut sana, sikut sini, makan sana, makan sini, bukannya jiwa yang menjadi target tetapi ‘uang’. Memang dibutuhkan pemimpin rohani yang betul-betul rohani!

Keselamatan yang kita terima semata-mata bukan hasil pekerjaan atau jasa kita kepada Tuhan, tetapi semuanya karena anugerah Tuhan. Seperti apa pun baiknya seseorang, kalau hidupnya tanpa Yesus tak akan pernah ada keselamatan baginya (Yes.64:6; Kis.2:36; 4:12). Tanpa adanya karya Tuhan di atas kayu salib, jelas tak akan pernah ada keselamatan bagi kita manusia yang berdosa ini. Melalui iman kita kepada Yesus, kita diselamatkan, kita yang seharusnya dihukum sekarang diangkat menjadi anakNya, kita yang dahulu adalah musuh tetapi sekarang menjadi sahabat Allah (baca: Efesus 2:8-9; Roma 3:23; 6:23; 5:8-9; Yohanes 1:12; 3:16; 5:24; 15:14-15). Kalau kita menyadari bahwa keselamatan adalah semata-mata karena iman kita kepada Yesus, lalu bagaimana buah iman kita? Paulus memang berkata bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan tetapi iman kita kepada Yesus (Efs.2:8) tetapi bukan berarti mengabaikan perbuatan, karena Yakobus berkata ‘iman tanpa disertai perbuatan adalah mati’ (Yakobus 2:17). Ini berarti, seorang yang beriman kepada Yesus harus dapat menyatakan buah imannya dengan perbuatan yang nyata kepada orang lain (I Yoh.3:18).

Menjadi gereja yang profetik dan apostolik, itu yang diharapkan oleh Tuhan untuk kita yang sedang berada di era akhir dari akhir zaman ini. Kini gereja lokal banyak yang terjebak pada hal yang ekstrim. Sepertinya pelayanan ke arah profetik yang paling ditekankan tapi lupa panggilan pelayanan apostolik. Sehingga jangan kaget, sekarang banyak bermunculan ‘nabi-nabi’ yang masih perlu diuji integritasnya. Kita perlu waspada akan hal ini, karena Tuhan sendiri sudah mengingatkan akan muncul banyak nabi palsu, bahkan munculnya nabi-nabi palsu merupakan salah satu tanda kedatanganNya yang kedua kali (Mat.24:3,11,24-25; 2 Pet.2:1-3; 1 Yoh.4:1-2). Janganlah percaya setiap roh, tetapi roh itu perlu diuji apakah betul-betul dari Tuhan! Nampaknya tak ada satu pun gereja lokal atau kelompok orang percaya yang benar-benar kebal terhadap kemungkinan hilangnya keseimbangan. Bisa saja mereka menjadi ekstrim atau tersesat karena diputar-baliknya suatu pengajaran kebenaran sehingga menyimpang jauh dari tujuan yang semula.

Perlu kesadaran dari para pemimpin gereja lokal akan fenomena ini, bila tidak gereja harus siap mengalami hajaran Tuhan! Untuk apa Allah berbicara dan apa yang harus gereja lakukan, ini yang harus menjadi visi dan misi gereja. Gereja sekarang tak hanya butuh KKR, lawatan dan semacamnya. Hal-hal seperti ini tak akan pernah membawa gereja pada kedewasaan. Pelayanan apostolik (kerasulan) punya ciri holistik alias menyangkut semua bidang kehidupan. Ini berarti, gereja tak hanya mengurusi soal rohani saja, tetapi juga memiliki kepedulian pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan yang nyata di masyarakat.

Perlu Adanya Pembelajaran

Dimulai dari pemimpin gereja, jangan pernah puas dengan apa yang sudah diterima. Jika para pemimpin tidak ada kerendahan hati, kesediaan dan komitmen untuk bersedia diajar oleh orang lain, saya kuatir akan masa depan pelayanan pemimpin model seperti ini.

Kerap kali kita dengar pernyataan yang sepertinya rohani tetapi sebenarnya tidak. “Nggak perlu belajar, nggak perlu sekolah yang penting menyerahlah dengan Roh Kudus. Ntar Roh Kudus yang akan memampukan. Jangan melayani pakai otak......”. Saya agak bingung dengan pernyataan seperti ini, kalau nggak pakai otak lalu pakai apa, wah saya kuatir nanti akal-akalan jadinya alias menjadi penipu! Setiap pengalaman pribadi dijadikan Firman Tuhan atau setiap apa yang dipikirkan atau dirasakan itu Firman Tuhan! Waspadalah!

Nggak usah jauh-jauh, kita boleh melihat keteladanan Yesus. Beliau suka belajar, apa yang beliau sampaikan adalah ajaran-ajaran yang sudah mentradisi di kalangan Israel (ajaran Talmud). Yang membuat beliau berbeda dengan rabi-rabi adalah beliau mengajar dengan penuh kuasa (Mat.7:28-29). Ada waktu yang tak dibicarakan tentang Yesus, yaitu dari usia 12 hingga 30 tak dijelaskan apa dan bagaimana kegiatan Yesus, tapi para ahli mengatakan bahwa Yesus melakukan segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada umumnya, termasuk belajar di sinagoge. Agar proses belajar dan mengajar berhasil dengan baik, Tuhan Yesus banyak menggunakan waktu tatap muka dengan murid-muridNya walau sedang berada di tengah-tengah kesibukan pelayananNya. Demikian juga dengan Paulus, dalam memuridkan murid-muridnya ia meluangkan waktu dua tahun di kota Efesus untuk mengajar di ruang Tiranus, sehingga semua penduduk Asia mendengar Firman Tuhan (Kis.19:9-10).

Alkitab menjelaskan bahwa orang-orang percaya ‘bertekun dalam pengajaran rasul-rasul’ (Kis.2:42). Apa itu pengajaran para rasul? Apa yang diajarkan? Pengajaran para rasul adalah ajaran mengenai Yesus Kristus sebagai titik pusat dari segala-galanya. Semua makanan rohani yang sehat harus mengandung pengajaran ini (bd.Kis.5:42; 9:20; 15:35). Jiwa-jiwa yang sesat harus diarahkan untuk datang kepada Yesus dan orang-orang percaya harus memiliki hubungan yang kontinyu di dalam Yesus (Yoh.15:4-7). Yesus bukan sekedar salah satu harapan, tetapi Ia adalah harapan satu-satunya bagi dunia ini. Oleh karena itu, Ia harus menjadi titik sentral dari semua pengajaran kita. Lukas menulis ‘mereka bertekun’ seharusnya ‘mereka terus-menerus bertekun’ (bentuk kata kerja Yunaninya: imperfek), artinya suatu pekerjaan yang masih berlangsung karena belum selesai.

Gereja yang memiliki keseimbangan pasti akan menghasilkan buah yang permanen. Orang-orang tertarik kepada gereja itu bukan karena suatu pengajaran yang baru, atau karena janji-janji yang istimewa dan luar biasa. Tetapi mereka menjadi kuat karena digembleng dalam Firman. Mereka dirawat seperti bayi yang masih kecil. Mereka dimuridkan secara perlahan-lahan. Mereka dijaga, dipelihara, dinasehati, disatukan dengan keluarga, dilibatkan dalam ibadah, dan makin berkembang terus menuju kedewasaan.

Belajar Dari Gereja Mula-mula

Kis.2:47 menyebutkan, “...... tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan”. Dalam Kis.2:41 terdapat ungkapan yang serupa, ‘jumlah mereka bertambah......’. Penginjilan merupakan titik pusat kegiatan gereja yang mula-mula. Amanat Agung Yesus sangat memotivasi setiap orang percaya untuk pergi memberitakan kabar baik mengenai ke-Tuhan-an Kristus. Dan banyak orang bertobat (Kis.5:14; 6:7; 9:42; 11:21; 11:24; 13:43).

Apakah yang mendorong mereka sehingga mereka tetap bersemangat dalam menginjil? Pada saat Yesus hendak meninggalkan mereka, Yesus berpesan agar mereka tak meninggalkan Yerusalem untuk menunggu janji Bapa: yaitu penyertaan Roh Kudus (Kis.1:4). Dan mereka belajar taat, menanti dengan cara berdoa, bukan sehari tetapi sepuluh hari (Kis.1:12-14). Hasilnya bagaimana? Mereka dipenuhi Roh Kudus (Kis.2:1-4) dan dampak dari hal itu mereka pergi untuk memberitakan Injil.

Penuh Roh Kudus memampukan Anda untuk pergi memberitakan Injil! Tanpa Roh Kudus tak mungkin Anda mampu (Kis.1:8). Tapi sayang, banyak orang percaya saat ini mengejar Roh Kudus hanya untuk menikmati kuasaNya namun tak ada keinginan untuk bergerak pergi, melayani ‘calon-calon umat’. Lebih ironis lagi, banyak yang memanipulasi alias mencari keuntungan dari pekerjaan Roh Kudus, dan tak bedanya seperti dukun atau paranormal saja.

Kesimpulan

Semua gereja lokal yang ingin menerima berkat Allah dan tetap menjadi berkat, harus memiliki kegiatan penginjilan yang agresif dalam menu kerohaniannya. Tanpa unsur yang vital ini gereja akan menjadi malas, kehilangan visinya, kehilangan nyalinya dan akan ‘mati’ dalam waktu hanya beberapa generasi. ‘Amanat Agung ’ tak boleh diabaikan.

Gereja, yaitu tubuh Kristus harus terus mengalami proses reproduksi (mendapat keturunan). Dan bila gereja benar-benar melakukannya, suatu hasil yang luar biasa akan tercapai. Banyak jiwa yang akan ‘ditambahkan’. Sekalipun kondisi negara kita saat ini tak menguntungkan, situasi ekonomi yang tak menentu, suhu politik yang semakin menghangat, teroris semakin menggila, dan bahkan gereja terancam atau dianiaya, Tuhan akan terus menambahkan jiwa-jiwa kepada gereja-Nya, apabila umat Tuhan benar-benar aktif. Dan saya percaya di waktu dekat ini kita akan melihat banyak yang ambil bagian. Wait and see!.

0 komentar:

Posting Komentar